Secara logika, mungkin aku, Hasan dan temanku si Badrun
sudah tidak ada yang selamat, alias terluka. Atau paling tidak salah seorang
diantara kami. Karena pada saat itu kami tidak melakukan perlawanan kecuali aku
masih bersikeras mempertahankan handpond yang ada ditangan. Dua orang itu
kemudian satu kali melempar sabetan ke tubuhku dan beberapa kali ke tubuh
hasan. Setelah itu kami berlari sekencang-kencangnya bermaksud meminta
pertolongan kepada orang-orang.
"Dengan bercerita setidaknya orang lain tahu bahwa kami mengalami keadaan tragis yang telah mengancam hidup kami"
Puji syukur kepada tuhan yang telah mengatur segalanya sehingga
sampai hari ini, aku masih diberi kesempatan untuk menghirup udara, melihat
matahari, menulis catatan ini, berjalan dan ngobrol kesana kemari dan lain
sebagainya. Terima kasih tuhan, terima kasih ya Allah. Hanya engkau penolong
kami yang dapat menjadikan hidup kami lebih lama atau sebentar lagi.
Di
balik cerita
Siapapun yang mengalami kejadian yang serupa mestilah
ia memiliki ghiroh untuk menceritakan kejadian itu kepada orang lain.
Kita akan bersemangat untuk bercerita karena baru saja kita mengalami hal-hal
yang bersifat tragis, menakutkan, mengerikan, dan bisa juga disebut di luar
nalar bahwa ternyata kita masih selamat. Tanpa cerita, maka sedikitnya hanya
akan menambah beban. Kepanikan membuat otak kita penuh dan sulit untuk
memikirkan yang lain.
Dengan bercerita setidaknya orang lain tahu bahwa kami
mengalami keadaan tragis yang telah mengancam hidup kami. Bagi kami, ada
perasaan tersendiri yang membuat kami lebih nyaman dan lebih tenang setelah
bercerita kepada orang. Bagi orang lain, mungkin saja, bisa jadi dan semoga
saja menjadi perhatian untuk berhati-hati dalam segala hal, bahwa sejatinya
maut setiap saat mengintai kita.
Namun, begitulah realita sosial. Tidak semua cerita
kita mendapat respon positif walau tidak sampai pada respon negatif dari pendengar
cerita kita. Ada yang mendengar dengan penuh perasaan, ada yang seolah peduli
dengan melempar pertanyaan dan ada pula yang biasa biasa saja. Ada lagi yang
menganggap remeh seolah tanpa sedikitpun kepedulian muncul dalam dirinya. Bahkan,
ada yang menyambut cerita kami dengan melempar ejek bahwa apa yang kami alami
kurang mengagetkan karena kami masih dalam keadaan selamat.
Tidak semua orang, memang, memiliki perasaan yang sama.
Orang yang saya sebutkan terakhir biasanya baru merasa sendiri ketika kejadian
itu menimpa dirinya. Secara teoritis
saya kurang tahu ini, apa teori ini dalam bahasan psikologi. Yang jelas-tipe
kepribadian manusia mungkin juga ada kaitannya dengan pembahsan ini.
Akhirnya,
saya hanya bisa mengatakan bahwa hidup ini complicated. Di balik kesedihan ada
kesedihan, dibalik kebahagiaan ada kebahagiaan dan dibalik kejadian ada nilai
dan pelajaran yang bisa diambil. Kesadaran adalah kunci utama, agar setiap
detik dari hidup ini selalu ada perbaikan dari detik-detik sebelumnya.
Semarang, 03 Januari 2014
No comments:
Post a Comment