google.com |
Bukan tidak mungkin pesantren harus berganti wajah karena
itu adalah keharusan. Dimana, pesantren adalah lembaga pendidikan yang
bertujuan mendidik dan menggembleng para santri salah satungan dengan
menjadikannya juru dakwah agama bagi kalangan masyarakat luas. Tujuan tersebut
tentu harus bersinergi dengan cara yang mestinya dilakukan pesantren dalam
mempersiapkan santri kelak setelah kembali ke masyarakat. Sedangkan pada sisi
yang lain, kekhasan dan keunikan pesantren menjadi pertaruhan. Jika kemajuan
teknologi tidak direspon dengan agresif, maka pesantren akan tertinggal jauh
dengan lembaga pendidikan pada umumnya. Inilah yang kemudian menjadi tantangan
pesantren abad ini.
Kemampuan pesantren untuk menjawab tantangan ini, pernah dikomentari
oleh Nur Cholis Madjid dalam Bilik-bilik Pesantren (Paramadina, 1997). Ia
berpendapat bahwa tantangan arus modernisasi yang berlangsung menjadi tolok
ukur seberapa jauh pesantren dapat survive dengan zamannya. Apabila pesantren
mampu menjawab tantangan itu, akan memperoleh kualifikasi sebagai lembaga
modern. Lembaga yang masih berpegang teguh dengan tujuan yang utuh tanpa
ketinggalan zaman dan kolot.
Berbeda dengan era 70-an dimana era Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) baru bisa diakses oleh kalangan tertentu. TIK kini, telah
menjadi bagian gaya hidup sehari-hari banyak orang. Sebut saja sosial media
yang telah membagi manusia ke dalam dua dunia: nyata dan maya. Hal ini penting
untuk disikapi pesantren mengingat kemajuan tersebut selalu memiliki danpak
negatif disamping positif. Seyogiyanya, teknologi haruslah menjadi media
transfomasi nilai-nilai positif dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan
secara terus-menerus. Termasuk bagi pesantren.
Meminjam istilah Gus Dur, pesantren adalah sebagai sebuah
‘sub kultur’ yang khas, yang kini berada tengah-tengah kondisi itu
(modernisasi). Pilihan bertahan dalam kondisi tradisional akan menyebabkan ia
tertinggal jauh dari peradaban. Sehingga, mau tidak mau pesantren harus
merespon kemajuan tersebut dengan bijak. Satu diantaranya adalah kemajuan TIK
haruslah dapat menjadi media untuk memaksimalkan peserta didik (baca:santri)
dalam mengembangkan ilmu yang ia miliki.
Dengan demikian, santri sebagai produk pesantren haruslah
mulai belajar hal-hal baru utamanya teknologi. Karena dapat kita definisikan
bahwa, santri hari ini bukan hanya santri yang pandai membaca kitab kuning,
namun gagap teknologi. Bukan pula mereka yang hanya paham ilmu ulama salaf
tanpa tahu ilmu ulama kholaf. Begitulah kurang lebihnya. Santri yang baik,
harus sesuai tuntutan sosial. Mereka haruslah paham terhadap kenyataan,
mengerti situasi kekinian, dapat menyelesaikan problem sosial dengan sikap arif
dan dan berlandaskan hukum yang benar, tanpa terlepas dari tradisi yang
dipegang oleh ulama terdahulu.
Di sinilah peran pondok pesantren untuk mencetak santri yang
diharapkan itu. Sudah waktunya pondok pesantren dapat memanfaatkan teknologi
informasi untuk mempermudah santri menuntut ilmu, memperluas ruang dawah
pesantren dan mempertimbangkan efektivitas belajar. Karena dengan teknologi,
ilmu pengetahuan dapat diserap atau disajikan tanpa batas. Kemajuan ini adalah
angin segar bagi dunia pendidikan pesantren. Setidaknya ada tiga hal positif:
pertama, sebagai alat pembelajaran. Bahan belajar dalam format digital
memudahkan untuk dibaca dimanapun dan kapanpun tanpa batas, The network is the
school.
Kedua, sebagai sumber belajar. Perkembangan ilmu pengetahuan
berlangsung sangat cepat, mengharuskan proses yang cepat pula dalam belajar.
Tanpa teknologi pemebelajaran yang up to date membutuhkan waktu yang lama.
Ketiga, fasilitas pembantu pembelajaran. Dengan teknologi, seorang pengajar
dapat memberikan ilustrasi berkaitan dengan materi yang disampaikan agar mudah
diserap oleh peserta didik. Pelajar yang cerdas adalah hasil dari metode
belajar yang tepat dan efektif.
TIK dan Pesantren
Model pembelajaran efektif diperlukan oleh setiap lembaga
pendidikan termasuk pesantren. Mau tidak mau teknologi perlu menjadi penunjang
untuk memaksimalkan pembelajaran. Ambil contoh, jika tanpa teknologi santri
membutuhkan paling tidak setengah jam untuk mencari satu tema dalam tiga jenis
kitab, dengan bantuan teknologi seperti maktabah syamilah santri hanya
membutuhkan sekitar lima menit. Peran teknologi dalam proses pembelajaran berkaitan
pula dengan efesiansi waktu. Hal ini mendorong santri untuk tahu banyak hal
tanpa membutuhkan waktu yang lama.
Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam pesantren akan
memberikan banyak kemudahan. Seperti flesibelitas program pendidikan, dakwah
syiar Islam dan bahan kajian keilmuan yang dapat dibuat lebih menarik dan
berkesan. Integrasi teknologi informasi
dan komunikasi pada pendidikan di pesantren sebagaimana diungkapakan oleh
pemerhati Information Communication Tekhnolgy (ICT) Budi Murtiyasa (2008) dapat
meningkatkan kualitas pendidikan dan kemudahan dakwah di pesantren. Lain dari
itu akan mendorong percepatan computer literacy pada masyarakat Indonesia.
Pesantren adalah komunitas yang tidak sekadar tempat
berkumpulnya santri. Interaksi antara kyai dan santri atau santri dan ustad
merupakan satu transaksi pertukaran ide dan gagasan. Hal ini dapat dilihat dari
tradisi pembelajaran pesantren yang disebut dengan mudzakaroh. Di sinilah
perlunya TIK untuk memperluas cakupan pesantren sebagai media dakwah, bertukar
ide dan gagasan dengan dunia luar yang ingin menjadikan pesantren sebagai
tempat belajar. Penyajian keilmuan dalam versi digital adalah kulalitas lintas
masa tanpa lapuk. Teknologi membantu menjaga keilmuan agar tetap utuh. Pesantren perlu memanfaatkan teknologi untuk memperluas cakrawala dakwah dan
keilmuan Islam. Desain pesantren yang ramah teknologi adalah keniscayaan,
mengingat diantara hal yang positif akan selalu hadir sisi negatif.
Kini kesadaran berteknologi di pesantren masih minim. Beberapa
pesantren seperti pondok Sidogiri Jawa Timur, Pondok Modern Gontor dan
lain-lain memang telah mulai melakukan terobosan dengan memanfaatkan teknologi
sebagai media belajar santri. Ini adalah teobosan positif. Bukan tidak mungkin nuansa keislaman ala
pesantren di indoensia akan tanpak semarak jika gerakan serentak pesantren
berteknologi sudah mulai digagas saat ini. Tentu kita tidak akan pernah lupa
peran pesantren dalam memepertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Maka tidak berlebihan, meminjam istilah Amin Haedari dalam
Masa Depan Pesantren Dalam tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global, (IRD Press,
2004), jika waktu itu pesantren disebut sebagai “alat revolusi”, maka alat
revolusi ala pesantren itulah yang kini dinanti oleh masyarakat untuk
menyelesaikan setumpuk persoalan di negeri ini. Majulah pesantren!
Dimuat di nu-online pada tanggal 11 Januari 2015
http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,46-id,56941-lang,id-c,pesantren-t,Pemanfaatan+Teknologi+untuk+Pembelajaran+Pesantren-.phpx
No comments:
Post a Comment