Hari sabtu tanggal 31 Mei
2014 adalah hari terakhirku kerja di Laundry Asri yang beralamat di Ruko
bringin Hil Estate no 2 jalan raya Bringin Tambak Aji Ngaliyan Semarang. Tampat
Kerjaku di salah satu cabangnya, Hotel Dafam Jalan Imam Bonjol Semarang. Setelah
31 satu hari kerja dipotong hari libur pada tanggal 17 dan 20 aku memutuskan
untuk berhenti kerja karena beberapa hal: pertama, aku ingin
menyelasaikan proposal skripsi yang sudah beberapa minggu mangkrak lantaran
fokus kerja. Aku punya target, bulan ini, Juni 2014, proposalku sudah harus
selesai dan diujikan. Penelitianku bertempat di di desa Muncek Timur lenteng
Sumenep Madura, tempat kelahiranku. Sehingga liburan puasa mendatang
penelitianku tentang “Bentukan Etika Sosial Bagi Kriminal, Studi Kasus Kumpulan
Jamiyyah Walisongo di Desa Muncek Timur” sudah bisa berjalan. Jika tak berhenti
kerja, kecil kemungkinan aku menyelesaikannya karena terkendala waktu. Tak ada
kesempatan mencari refrensi buku di perpustakaan.
Kedua, bulan April lalu telah kusetujui menjadi
bagian dari Tim redaksi pembutan buku kenang-kenangan fakultas Ushuluddin.
Proposal sudah dibuat, job sudah dibagi oleh ketua tim. Tinggal melangkah.
Hanya saja, karena bulan Mei aku fokus bekerja, maka sampai saat ini aku belum
ikut membantu sama sekali. Semoga, dengan resendnya aku dari tempat
kerja masih bisa ambil bagian untuk mesukseskan buku tersebut.
Ketiga, bekerja fulltime pada masa-masa kuliah
ternyata tidak enak. Ada yang selalu terfikirkan, entah merindukan kampus di siang hari, merindukan
kawan di siang hari dan merindukan segalanya di siang hari. Bekerja disiang
hari telah menghalangiku untuk itu. Ada kebahagian dan kelegaan tersendiri
setelah kuputuskan untuk berhenti, membiarkan
diri bergerak bebas sesuka hati, tidak terkekang oleh tanggung jawab kerja.
Namun demikian, banyak pengalaman yang kudapat selama
bekerja. Mulai dari menyentuh hal-hal baru sampai pada keadaan penuh tekanan karena
dimarahi oleh pemiliknya. Adu argumen dengan bos pernah dan membuat kesalahan
ditempat kerja juga pernah. Yang masih kuingat dan masih lekat dibenak sampai
saat ini dan mungkin tak akan pernah terlupakan adalah ketika aku beberapa kali
harus adu mulut karena ada ketidaksepahaman.
Dedi Triputra adalah pemilik Laundry Asri. Istrinya
bernamaTina. Dedi adalah sarjana komputer lulusan Perguruan Tinggi STIKUBANK
Semarang. Ia Juga penulis buku “Most Wanted Interpreneour” dan buku tentang
Laundry yang aku lupa judul bukunya. Sedangkan istrinya sarjana Menejemen
lulusan perguruan tinggi yang sama.
Bagi saya, ada perbedaan yang sangat signifikan
antara Dedi dan Tina terutama dalam karakter. Dedi lebih santai dan selalu
menghadapi masalah dengan kepala dingin. Sedangkan Tina lebih memakai
emosional, crewet dan agak judes. Ini terlihat dari beberapa pengalaman selama
satu bulan aku bekerja. Saya jadi berfikir, bahwa di dunia ini memang tak ada
yang sempurna. Selalu ada kelebihan dan kekurang di setiap hal. Bagi Dedi,
mungkin sudah biasa dan tidak kaget berhubungan dengan Tina. Hingga apapun yang
barangkali menurut orang lain tak enak, bagi Dedi enak-enak saja. Mengerti
karakter dan mengerti segalanya tentang Tina. Tapi menjadi lain ketika aku yang
berhadapan dengan Tina. Selain karena pengelaman sempat cekcok dengan dia, dari
raut wajahnya sudah bisa ditebak mengenai karakternya. Ini diperkuat salah
seorang teman melihat Tina ketia ia mengantarkanku ke rukonya di Bringin. “Dia
orangnya enakannya?” tanya dengan nada meragukan. Dari sana aku juga mulai
menilai bahwa raut wajahnya sangat menggambarkan karakternya yang bengis.
Beberapa hari kerja, pengalaman yang kurang
mengenakkan kualami. Ada beberapa rentetan kejadian yang akan kuceritakan di
sini. Pertama, peristiwa cucian pakian yang kurang kering. Tina marah
membuktikan dugaanku dan temanku mengenai kebengisannya. Sedangkan dedi tak
banyak komentar, sedikit tapi membuatku lebih segan dari pada tina. Dedi
memaklumi atas kejadian itu. ia tau posisi kalau aku dan temanku M Sahid masih
baru bekerja dan belum berpengalaman. Aku memakluminya lantaran masih baru dan
belum tahu Standar Operasional. Dan ketika masa training pun tak ada penjelasan
mengenai tetek bengek sistem kerja Loudry. Bahkan, aku beranggapan bahwa
training selama tiga hari itu bukan training. Melainkan syarat,
agar kita bisa diterima kerja, maka harus bekerja tanpa dibayar.
Kedua, ihwal cucian yang tidak kering lagi. Tina
marah dengan amat sangat. Dia seolah tak menggubris dan tidak percaya pada apa
yang kusampaikan. Jelas, aku tak bisa menerimanya. terjadilah adu mulut.
Kubantah semua pembicaraannya yang hampir membuat telingaku budek. Kujelaskan
padanya cucian yang tak kering itu hasil kerja rekanku M Sahid. Bukan hasil
kerjaku sama sekali. Tapi ia tetap tidak mau kalah karena ketika M sahid ditanya
juga tidak mengakui bahwa itu hasil kerjanya. Padahal sangat jelas bahwa hari
itu aku kebagian job nyetrika. Mulai saat itulah, melihat aku yang selalu
membantah perkataaanya, ia selalu menampakan wajah judes dan kurang sedap
dipandang ketika aku tiba ditempat kerja. Hari hari berlalu dengan suasana yang
agak menegangkan kecuali setelah akhir-akhir bulan. Mungkin saja ia mulai faham
karakterku yang keras dan selalu transparan.
Ketiga, masalah motor. Sebagaimana informasi lowongan
kerja yang kudapat di internet, bahwa selain mendapat uang makan, gaji dan
tempat tinggal, karyawan akan mendapat fasilitas kendaraan. Kebetulan, pada
suatu hari Dedi ingin bepergian menggunakan motor. Setelah mengantarku ketempat
kerja di Hotel Dafam ia pergi dan tak kembali hingga sore hari sampai waktu aku
harus pulang. Aku jengkel karena tak dijemput. Aku menghubunginya, ia lantas
menyuruhku naik angkot. Dan aku kurang sepakat jika setiap hari harus naik
angkot. Disamping banyak lebih banyak mengeluarkan biaya, tidak sesuai dengan
ketentuan Iklan yang ada.
Keesokan harinya, aku mempertegas masalah fasilitas
motor. Tina menjawab, bahwa tak ada fasilitas motor secara pribadi. Motor
tersebut hanya untuk tim. Ia lantas menyalahkannku karena dikira, aku tak ada
inisiatif untuk pulang sendiri padahal aku tahu bahwa Dedi lagi ada urusan di
luar. Sebenarnya aku bukan tak punya inisiatif. Hanya ingin memperjelas masalah
fasilitas yang dijanjikan. Ini juga menjadi akan pertimbangan, bahwa aku akan
lanjut kerja atau berhenti karena tidak sesuai dengan yang ada di iklan.
Beberapa menit adu argumentasi, kutegaskan sekali
lagi “Aku pergi tanpa motor, langsung ketempat kerja di hotel Dafam atau aku ke
bringin terlebih dahulu untuk mengambil motor sekaligus membawa cucian dari
sana”. Akhirnya, diputuskan aku harus ke Laudry Bringin dahulu untuk
menggunakan motor, kecuali suatu saat motornya mau dipakai. Akan diinformasikan
lebih lanjut, katanya.
Keempat, masih di permasalahan motor. Kembali aku
dibuat jengkel oleh Tina. Suatu hari setelah aku tiba di Bringin motor masih
dipakai oleh Tina. Bersama Dedi aku menunggu sambil berbincang santai di sana.
Tak ada instruksi bahwa aku harus berangkat naik angkot. Beberapa menit
kemudian, Tina datang dengan motornya dan ngomel tidak jelas, lantaran
aku masih menunggu motor yang dipakainya. “Sesuai kesepakatan bagaimana, bagaimana
aku mau pergi naik angkot sedangkan tak ada informasi jika motornya mau
dipakai. Pun tak ada intruksi dari Dedi agar aku berangkat naik anggkot. Masak iya
aku nyelonong sembarangan padahal tak ada intruksi,” pikirku jengkel. Hari itu
aku lagi malas berdebat. Ku bairkan saja ia ngomel tidak jelas. Wajahnya yang
sinis membuat pemandangan kembali tidak menarik. Menggrutu seolah tanpa dosa
dan tanpa pikir.
Kelima, masalah parfum yang terlalu boros. Sama
seperti di atas, tak ada training cara pemakaian parfum. Aku bekerja
dengan caraku sendiri dan sebenarnya ingin memberikan yang terbaik untuk
perusahaan. Eh salah lagi, karena parfumnya cepat habis. Padahal, sebelumnya
juga sudah ada teguran kalau pakainnya kurang wangi (alias kurang parfum). Trus
gue harus bagaimanaaa. Sampai-sampai kupraktekkan caraku memberi parfum.
Alhasil, ia tak percaya. “Kalau begitu tidak mungkin parfumnya boros,” katanya.
Aku bingung harus menjelaskan bagaimana.
Keenam, pekerjaan mengeringkan pakaian tidak selesai.
seharusnya sudah selesai, katanya. Kujelaskan apa yang telah kulakukan.
Pengeringan ada pekerjaan mesin, bukan pekerjaanku. Kalau mesinnya tidak bisa
mengeringkan dengan cepat kenapa aku yang disalahkan. Kujelaskan padanya
berulang-ulang. Ia masih tadak menerima alasan-alasaku. Yang kuinginkan hanya
bagaimana mengeringkan pakain dengan sangat cepat. Ia lantai berbicara menejemen
waktu. Aku bingung menerimanya. Karena tak ada hubungan antara mesin dan
menejemen waktu dalam kontek ini.
Akhirnya, hari itu, kukemukaan semua unek- unek yang
mengganjal di kepala. Tentang ketidaknyamanan, tentang tekanan dan tentang kebosanan
selalu mendengar ceramahnya. Aku lebih suka diajari apa yang tidak kuketahui
dari pada harus dimarahi tidak jelas. Ia lantas mengatakan, bahwa apa yang ia
lakukan adalah proses pembelajaran. “Ya, pembelajaran”pikirku. Pembelajaran
yang tidak menyenangkan. Siapapun akan tidak suka dengan pembelajaran demikian.
Setelah kubantah, dia kapok dan berkata tidak akan
mengajaiku lagi. semuanya akan dipasrahkan pada Dedi “Ya, alhamdulillah. Lebih
baik aku tak diajari olehmu,” kataku dalam hati.
Keenam, masalah
pakaian tertukar antara satu pelanggan dengan pelanggan lain. Dua celana
hilang, katanya. Tentang itu, aku tak habis pikir mengapa itu bisa terjadi.
Padahal, aku sudah bekerja dengan sangat hati-hati. Aku tak tau ini salah
siapa. Salahku? Salah temanku? atau hanya rekayasa? Entahlah semuanya masih
absurd. Sejauh yang kuingat telah kupetakan satu persatu pakaian pelanggan.
Nalarku mengatakan, bukan aku yang membuat kesahan itu. Kalau tidak temanku
berarti ini rekayasa. Atau, sebenarnya celana itu tidak di Laundry, tapi
terselib dibawah kasur yang punya, atau terselip dipakian-pakian yang lain
dirumahnya? Entahlah, sampai aku menyatakan resend, aku masih dimintai
pertanggungjawaban untuk menyelesaikan masalah tersebut. Bentuk tanggung
jawabnya juga belum jelas. Paling-paling ya potong gaji. Tidak masalah jika
masih masuk diakal dan bukan akal-akalan.
Secara umum, banyak pengalaman positif yang aku
dapatkan. Mulai dari yang bersifat fikisik dan psikis. Bahkan, seandainya aku
punya modal dan ingin mendirikan Laudry sendiri, mungkin sudah bisa. Hanya
perlu banyak belajar mengenai menejemen agal lebih baik dan banyak pelanggan.
Secara teknis sudah lumayan bagus
insyaallah tidak akan mengecewakan pelanggan. Semoga menjadi pelajaran
berharga di masa depan.
Akhir dari semuanya kukatakan: “Bekerja sendiri dengan hasil yang pas-pasan lebih baik dari bekerja kepada orang lain walau dibayar dengan sangat mahal. Lebih baik kita membeli waktu dari pada waktu kita yang dibeli untuk menjadi budak orang lain. Jadilah pembisnis yang handal jika ingin hidup nyaman!”
3 comments:
Mas klo punya no.hp ownernya di kerjain aja lewat sms online. Kata-katain atau maki tapi jangan yg berhubungan sama laundry. Katain aja mantu tak berguna. Maruk uang dll. Wkkw
Review dong satu satu prosedur cucian di laundry yg benar,seperti cara menggosok pakaian tertentu,cara setrika kain tertentu hingga cara melipatnya. Semoga reviewnya jadi blog yg bermanfaat amal saleh
Keren sih kata katanya sangat jelas dan enak dibaca. Sampai abis gua baca. Klik sana klik sini . Wkwkwkwkwk.. semangat ye.
Post a Comment