Puluhan mahasiswa yang tergabung
dalam Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Indonesia Dewan Kota Semarang
melakukan aksi penolakan tindakan represif terhadap kebebasan berpendapat
aktvis pers mahasiswa oleh Universitas Dian Nuswantoro, dan beberapa perguruan
tinggi di Indonesia, Rabu, (25/9). Aksi tersebut diikuti oleh perwakilan dari
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) dari berbagai kota, antara lain dari Kab. Pati,
Kudus, Jepara, Pekalongan dan D.I Yogyakarta.
Dari Patung Kuda Universitas
Diponegoro (UNDIP) Pleburan Semarang, puluhan aktivis pers mahasiswa dari
berbagai kota itu long march menuju Kantor Gubernur Jawa Tengah di Jalan
Pahlawan, Semarang sambil menutup mulut pakai plaster. Mereka menyebut aksi
tersebut sebagai aksi bungkam. Ini sebagai simbol bahwa beberapa kebebasan
berpendapat insan pers telah dibungkam. Terutama soal kasus pemecatan Wahyu Dwi
Pranata, Mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro yang dipaksa mengudurkan diri
karena pemberitaannya di blog pribadi dan beberapa tulisannya di Portal Online
WAWASANews.Com yang menyangkut beberapa kasus di kampusnya beberapa waktu lalu.
“Kasus pemaksaan pengunduran
tersebut tidak sesuai dengan tanggung
jawab dari suatu institusi pendidikan yang seharusnya mendidik,” ujar
Sekretaris Jenderal (Sekjend) PPMI Nasional Daffi, dalam orasinya.
Selain kasus yang menimpa Wahyu,
dalam aksi yang hanya berlangsung sekitar 20 menit itu, Daffi juga menyampaikan
beberapa permasalahan yang terjadi pada lembaga pers mahasiswa di Indonesia
seperti pencekalan Kampus Unigha, Aceh, terhadap LPM Pijar karena memberitakan
kasus korupsi, pencekalan kampus STIM Bongaya terhadap LPM Watak karena dituduh
mempropaganda mahasiswa saat pelatihan dan kasus-kasus lain yang telah menimpa
beberapa LPM di Indonesia.
“Jika dalam institusi pendidikan
kebebasan berpendapat dikekang dan di kebiri, bagaimana dengan kehidupan
berbangsa dan bernegara,”katanya
Dari beberapa kasus pembungkaman
yang terjadi, mereka menuntut empat hal sebagaimana tertera dalam press release
yang mereka sebarkan. Pertama, mengecam tindakan pembungkaman pada kebebasan
berpendapat dan kritik yang membangun bagi mahasiswa. Kedua, meminta dengan
tegas pihak Dikti untuk menegur secara langsung dan meninjau kembali kampus
bermasalah. Ketiga, mengajak seluruh pemimpin di Indonesia agar bijak dalam
menjalankan hak tanya dan hak jawab dan klarifikasi terlebih dahulu sebelum
memberikan hukuman kepada mahasiswanya. Keempat, meminta negara melindungi berjalannya
kebebasan berpendapat dalam institusi-institusi pendidikan.
Di depan Kantor Gubernur itu
mereka berharap, Gubenur Jawa Tengah Ganjar Probowo menemui mereka dan
memberikan tanggapan langsung atas permasalahan ini. Namun, setelah ditunggu
sekitar 15 menit, gubernur tidak juga datang menemui. Akhirnya, kepala bagian
pemerintahan Drs. Supriyono yang menemui peserta aksi. “Pak Ganjar Pronowo
sedang tidak di kantor,” kata Supriyono.
Ia berjanji, dalam jangka dua hari
ke depan pihak gebernur akan memberikan komentar melalu media massa terkait
dengan masalah ini. Tepat pukul 10.37 peserta aksi itu meninggalkan halaman
gedung gubernur dengan membawa harapan.
“Jika selama dua hari ke depan
gubernur tidak memberikan komentarnya melalui media, kami akan datang dengan
masa yang lebih banyak lagi,” ujar Daffi. (Arifin)
No comments:
Post a Comment