Yang aku
pikirkan saat ini hanya ingin menjadi orang yang terbaik bagi hidup ini. Aku
tidak dapat mengajari banyak hal: tentang ilmu pengetahuan, tentang ilmu membuat
kapal atau bahkan membawa orang terbang ke negeri seberang. Yang aku dapat
hanya mengajari arti kehidupan.
Aku tidak
pernah bermimpi menjadi pembicara ulung di hadapan ribuan orang. Karena pekerjaan
itu membutuhkan persiapan matang, mulai
dari mental, materi dan kebiasaan. Sedang aku telah tidak terbiasa melihat
hidup kecuali dengan perasaan.
Aku tidak
ingin begitu tenar sekalipun kehidupan telah mengajak orang mencari ketenaran.
Walaupun di satu sisi ia menjadi pendulang untuk meraih segala hal yang bersifat material, namun disi lain ia
akan menjadi beban berpotensi menebar kemunafikan. Aku hanya ingin menjadi
penebar kearifan di semua lokal, di sana langkahku menginjakkan.
Hidup itu
pada dasarnya sederhana: makan, minum dan mengeluarkan kotoran. Setelah itu
akan datang kematian. Benar kata salah seorang sastrawan Indoensia Pramodya
Ananta Toer, ‘Hidup itu sungguh sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya’.
Kita hanya butuh penghayatan tentang makan dan minum dan kotoran yang kita
keluarkan setiap saat. Dari mana, untuk
apa dan bagaimana selanjutnya. Istilah yang hampir serupa dengan kajian
filosofis; ontologis, aksiologis dan epistimologis. Memahami tentang hakikat
untuk kemudian menjadi laku yang metodis.
Sayang,
kehidupan ini telah menjadi teoritis. Banyak diukur secara matematis, dan
mendapatkannya pun tak boleh keluar dari lingkaran bentukan ‘komunis’. Hidup
manusia menjadi semacam mesin dengan tombol-tombol penggerak. Manusia
terpenjarakan dari oleh kebebasaan yang dibangunnya sendiri.
Kerumitan telah menjadi tafsir dari kemudahan itu sendiri, yang justru manusia harus mengernyitkan dahi untuk sampai pada pemahaman, mengeluarkan banyak biaya untuk mengetahui, lebih-lebih mengorbankan nyawa yang tak berdosa. Kesadaran dilacurkan hingga kita akan menilainya sebagai sebuah perkembangan. Sementara kekuatan intuitif telah dijual dengan sangat murah untuk kehidupan yang kita sebut kemajuan.
Inilah perlunya disini kita kaum menoritas berkumpul, mersiapkan langkah untuk melawan walau sejatinya kekuatan itu telah begitu besar untuk orang-orang sekecil kita. Atau setidaknya kita mengenalkan bahwa kita pernah menjadi bagian dari dunia ini. Atau paling tidak kita menangisi dan mengubur nasip kita bersama-sama.
Kematian akan segera datang menjemput jika kita benar-benar telah menginginkannya. Tinggal kita pilih: hidup atau mati !
No comments:
Post a Comment